Sejarah awal
Para cendekiawan
India telah menulis tentang
Dwipantara atau kerajaan
Hindu Jawa Dwipa di pulau
Jawa dan
Sumatra atau Swarna dwipa sekitar
200 SM. Bukti fisik awal yang menyebutkan mengenai adanya dua kerajaan bercorak
Hinduisme pada abad ke-5, yaitu: Kerajaan
Tarumanagara yang menguasai
Jawa Barat dan
Kerajaan Kutai di pesisir
Sungai Mahakam,
Kalimantan. Pada tahun
425 agama
Buddha telah mencapai wilayah tersebut.
Di saat
Eropa memasuki masa
Renaisans,
Nusantara telah mempunyai warisan peradaban berusia ribuan tahun dengan dua kerajaan besar yaitu
Sriwijaya di
Sumatra dan
Majapahit di
Jawa, ditambah dengan puluhan kerajaan kecil yang sering kali menjadi
vazal tetangganya yang lebih kuat atau saling terhubung dalam semacam ikatan perdagangan (seperti di
Maluku).
Kerajaan Hindu-Buddha
Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan
Tarumanagara yang dilanjutkan dengan
Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa
abad ke-7 hingga
abad ke-14, kerajaan Buddha
Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok
I Ching mengunjungi ibukotanya
Palembang sekitar tahun
670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh
Jawa Barat dan
Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan
Hindu di
Jawa Timur,
Majapahit. Patih Majapahit antara tahun
1331 hingga
1364,
Gajah Mada
berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya
adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari
masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan dalam kebudayaan Jawa,
seperti yang terlihat dalam
wiracarita Ramayana.
Kerajaan Islam
Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar
abad ke-12, namun sebenarnya
Islam sudah sudah masuk ke
Indonesia pada abad 7
Masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan
Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan
Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad 7.
[4]
Menurut sumber-sumber
Cina menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang pedagang
Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantai
Sumatera.
Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini nampak pada Tahun 100 H (718 M)
Raja Sriwijaya Jambi yang bernama
Srindravarman mengirim surat kepada
Khalifah Umar bin Abdul Aziz
dari Kekhalifahan Bani Umayyah meminta dikirimkan da'i yang bisa
menjelaskan Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang
adalah keturunan seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu raja,
yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah, yang di
wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu
wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau
jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain
dengan
Allah.
Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya merupakan
hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya
ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan
Islam
kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Dua
tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula
Hindu,
masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama 'Sribuza Islam'.
Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya
Palembang yang masih menganut
Budha.
[5]
Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama
Kesultanan Peureulak
didirikan pada 1 Muharram 225 H atau 12 November 839 M. Contoh lain
adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini
tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama
Bayanullah.
Kesultanan Islam
kemudian semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui
pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir
abad ke-16 di Jawa dan Sumatera. Hanya
Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan
Kristen dan
Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan
17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.
Penyebaran Islam dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal ini, karena para penyebar
dakwah atau
mubaligh merupakan utusan dari pemerintahan Islam yang datang dari luar
Indonesia, maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para
mubaligh ini bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada para
pedagang
dari penduduk asli, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan
meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli
kerajaan lah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kerajaan Islam
penting termasuk di antaranya:
Kerajaan Samudera Pasai,
Kesultanan Banten yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Eropa,
Kerajaan Mataram,
Kerajaan Iha,
Kesultanan Ternate dan
Kesultanan Tidore di
Maluku.
Era kolonial
Kolonisasi Portugis dan Spanyol
Afonso (kadang juga ditulis Alfonso) de Albuquerque. Karena tokoh inilah, yang membuat kawasan
Nusantara waktu itu dikenal oleh orang
Eropa dan dimulainya
Kolonisasi berabad-abad oleh
Portugis bersama bangsa Eropa lain, terutama
Inggris dan
Belanda.
Dari
Sungai Tejo yang bermuara ke
Samudra Atlantik itulah armada Portugis mengarungi Samudra Atlantik, yang mungkin memakan waktu sebulan hingga tiga bulan, melewati
Tanjung Harapan Afrika, menuju
Selat Malaka. Dari sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku untuk mencari rempah-rempah, komoditas yang setara emas kala itu.
”Pada abad 16 saat petualangan itu dimulai biasanya para pelaut
negeri Katolik itu diberkati oleh pastor dan raja sebelum berlayar
melalui Sungai Tagus,” kata Teresa. Biara St Jeronimus atau Biara Dos
Jeronimos dalam bahasa Portugis itu didirikan oleh Raja Manuel pada
tahun 1502 di tempat saat Vasco da Gama memulai petualangan ke timur.
Museum Maritim atau orang Portugis menyebut Museu de Marinha itu
didirikan oleh Raja Luis pada 22 Juli 1863 untuk menghormati sejarah
maritim Portugis.
Selain patung di taman, lukisan Afonso de Albuquerque juga menjadi
koleksi museum itu. Di bawah lukisan itu tertulis, ”Gubernur India
1509-1515. Peletak dasar Kerajaan Portugis di India yang berbasis di
Ormuz, Goa, dan Malaka. Pionir kebijakan kekuatan laut sebagai kekuatan
sentral kerajaan”. Berbagai barang perdagangan Portugis juga dipamerkan
di museum itu, bahkan gundukan lada atau merica.
Ada sejumlah motivasi mengapa Kerajaan Portugis memulai petualangan
ke timur. Ahli sejarah dan arkeologi Islam Uka Tjandrasasmita dalam buku
Indonesia-Portugal: Five Hundred Years of Historical Relationship
(Cepesa, 2002), mengutip sejumlah ahli sejarah, menyebutkan tidak hanya
ada satu motivasi Kerajaan Portugis datang ke Asia. Ekspansi itu mungkin
dapat diringkas dalam tiga kata bahasa Portugis, yakni
feitoria, fortaleza, dan
igreja. Arti harfiahnya adalah emas, kejayaan, dan gereja atau perdagangan, dominasi militer, dan penyebaran agama Katolik.
Menurut Uka, Albuquerque, Gubernur Portugis Kedua dari Estado da
India, Kerajaan Portugis di Asia, merupakan arsitek utama ekspansi
Portugis ke Asia. Dari Goa, ia memimpin langsung ekspedisi ke Malaka dan
tiba di sana awal Juli 1511 membawa 15 kapal besar dan kecil serta 600
tentara. Ia dan pasukannya mengalahkan Malaka 10 Agustus 1511. Sejak itu
Portugis menguasai perdagangan rempah-rempah dari Asia ke Eropa.
Setelah menguasai Malaka, ekspedisi Portugis yang dipimpin Antonio de
Abreu mencapai Maluku, pusat rempah-rempah.
Periode Kejayaan Portugis di Nusantara
Periode 1511-1526, selama 15 tahun, Nusantara menjadi pelabuhan
maritim penting bagi Kerajaan Portugis, yang secara reguler menjadi rute
maritim untuk menuju Pulau Sumatera, Jawa, Banda, dan Maluku.
Pada tahun 1511 Portugis mengalahkan Kerajaan Malaka.
Pada tahun 1512 Portugis menjalin komunikasi dengan
Kerajaan Sunda
untuk menandatangani perjanjian dagang, terutama lada. Perjanjian
dagang tersebut kemudian diwujudkan pada tanggal 21 Agustus 1522 dalam
bentuk dokumen kontrak yang dibuat rangkap dua, satu salinan untuk raja
Sunda dan satu lagi untuk raja Portugal. Pada hari yang sama dibangun
sebuah prasasti yang disebut
Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal
di suatu tempat yang saat ini menjadi sudut Jalan Cengkeh dan Jalan
Kali Besar Timur I, Jakarta Barat. Dengan perjanjian ini maka Portugis
dibolehkan membangun gudang atau benteng di
Sunda Kelapa.
Pada tahun 1512 juga Afonso de Albuquerque mengirim Antonio Albreu
dan Franscisco Serrao untuk memimpin armadanya mencari jalan ke tempat
asal rempah-rempah di Maluku. Sepanjang perjalanan, mereka singgah di
Madura, Bali, dan Lombok. Dengan menggunakan nakhoda-nakhoda Jawa,
armada itu tiba di Kepulauan Banda, terus menuju Maluku Utara hingga
tiba di Ternate.
Kehadiran Portugis di perairan dan kepulauan Indonesia itu telah
meninggalkan jejak-jejak sejarah yang sampai hari ini masih
dipertahankan oleh komunitas lokal di Nusantara, khususnya flores, Solor
dan Maluku, di Jakarta Kampong Tugu yang terletak di bagian Utara
Jakarta, antara Kali Cakung, pantai Cilincing dan tanah Marunda.
Bangsa Eropa pertama yang menemukan Maluku adalah Portugis, pada
tahun 1512. Pada waktu itu 2 armada Portugis, masing-masing dibawah
pimpinan Anthony d'Abreu dan Fransisco Serau, mendarat di Kepulauan
Banda dan Kepulauan Penyu. Setelah mereka menjalin persahabatan dengan
penduduk dan raja-raja setempat - seperti dengan Kerajaan Ternate di
pulau Ternate, Portugis diberi izin untuk mendirikan benteng di Pikaoli,
begitupula Negeri Hitu lama, dan Mamala di Pulau Ambon.Namun hubungan
dagang rempah-rempah ini tidak berlangsung lama, karena Portugis
menerapkan sistem monopoli sekaligus melakukan penyebaran agama Kristen.
Salah seorang misionaris terkenal adalah
Fransiskus Xaverius.
Tiba di Ambon 14 Februari 1546, kemudian melanjutkan perjalanan ke
Ternate, tiba pada tahun 1547, dan tanpa kenal lelah melakukan kunjungan
ke pulau-pulau di Kepulauan Maluku untuk melakukan penyebaran agama.
Persahabatan Portugis dan Ternate berakhir pada tahun 1570. Peperangan
dengan Sultan Babullah selama 5 tahun (1570-1575), membuat Portugis
harus angkat kaki dari Ternate dan terusir ke Tidore dan Ambon.
Perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis, dimanfaatkan Belanda
untuk menjejakkan kakinya di Maluku. Pada tahun 1605, Belanda berhasil
memaksa Portugis untuk menyerahkan pertahanannya di Ambon kepada Steven
van der Hagen dan di Tidore kepada Cornelisz Sebastiansz. Demikian pula
benteng Inggris di Kambelo, Pulau Seram, dihancurkan oleh Belanda. Sejak
saat itu Belanda berhasil menguasai sebagian besar wilayah Maluku.
Kedudukan Belanda di Maluku semakin kuat dengan berdirinya VOC pada
tahun 1602, dan sejak saat itu Belanda menjadi penguasa tunggal di
Maluku. Di bawah kepemimpinan Jan Pieterszoon Coen, Kepala Operasional
VOC, perdagangan cengkih di Maluku sepunuh di bawah kendali VOC selama
hampir 350 tahun. Untuk keperluan ini VOC tidak segan-segan mengusir
pesaingnya; Portugis, Spanyol, dan Inggris. Bahkan puluhan ribu orang
Maluku menjadi korban kebrutalan VOC.
kemudian mereka membangun benteng di Ternate tahun 1511, kemudian
tahun 1512 membangun Benteng di Amurang Sulawesi Utara. Portugis kalah
perang dengan Spanyol maka daerah Sulawesi Utara diserahkan dalam
kekuasaan Spanyol (1560 hingga 1660). Kerajaan Portugis kemudian
dipersatukan dengan Kerajaan Spanyol. (Baca buku :Sejarah Kolonial
Portugis di Indonesia, oleh David DS Lumoindong). Abad 17 datang armada
dagang VOC (Belanda) yang kemudian berhasil mengusir Portugis dari
Ternate, sehingga kemudian Portugis mundur dan menguasai Timor timur
(sejak 1515).
Kolonialisme dan Imperialisme mulai merebak di Indonesia sekitar abad
ke-15, yaitu diawali dengan pendaratan bangsa Portugis di Malaka dan
bangsa Belanda yang dipimpin Cornellis de Houtman pada tahun 1596, untuk
mencari sumber rempah-rempah dan berdagang.
Perlawanan Rakyat terhadap Portugis
Kedatangan bangsa Portugis ke Semenanjung Malaka dan ke Kepulauan Maluku merupakan perintah dari negaranya untuk berdagang.
Perlawanan Rakyat Minahasa terhadap Portugis
Perjuangan perlawanan Rakyat Perserikatan Minahasa melawan Portugis
telah berlangsung dari tahun 1512-1560, dengan gabungan perserikatan
suku-suku di Minahasa maka mereka dapat mengusir Portugis. Portugis
membangun beberapa Benteng pertahanan di Minahasa diantaranya di Amurang
dan Kema.
Perlawanan Rakyat Malaka terhadap Portugis
Pada tahun 1511, armada Portugis yang dipimpin oleh Albuquerque
menyerang Kerajaan Malaka. Usaha perlawanan kolonial Portugis di Malaka
yang terjadi pada tahun 1513 mengalami kegagalan karena kekuatan dan
persenjataan Portugis lebih kuat. Pada tahun 1527, armada Demak di bawah
pimpinan
Fatahillah/Falatehan
dapat menguasai Banten,Sunda Kelapa, dan Cirebon. Armada Portugis dapat
dihancurkan oleh Fatahillah/Falatehan dan ia kemudian mengganti nama
Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang artinya kemenangan besar, yang kemudian menjadi Jakarta.
Perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis
Mulai tahun 1554 hingga tahun 1555, upaya Portugis tersebut gagal
karena Portugis mendapat perlawanan keras dari rakyat Aceh. Pada saat
Sultan Iskandar Muda berkuasa,
Kerajaan Aceh pernah menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1615 dan 1629.
Perlawanan Rakyat Maluku terhadap Portugis
Bangsa Portugis pertama kali mendarat di
Maluku
pada tahun 1511. Kedatangan Portugis berikutnya pada tahun 1513. Akan
tetapi, Ternate merasa dirugikan oleh Portugis karena keserakahannya
dalam memperoleh keuntungan melalui usaha monopoli perdagangan
rempah-rempah.
Pada tahun 1533, Sultan Ternate menyerukan kepada seluruh rakyat
Maluku untuk mengusir Portugis di Maluku. Pada tahun 1570, rakyat
Ternate yang dipimpin oleh
Sultan Hairun
dapat kembali melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis, namun
dapat diperdaya oleh Portugis hingga akhirnya tewas terbunuh di dalam
Benteng Duurstede. Selanjutnya dipimpin oleh Sultan Baabullah pada tahun
1574. Portugis diusir yang kemudian bermukim di
Pulau Timor.
Garis waktu kolonialisasi
Kolonialisasi Spanyol
- 1521 Spanyol mendarat di Sulawesi Utara
- 1560 Spanyol mendirikan pos di Manado.
- 1617 Gerakan perlawanan rakyat Minahasa di Sulawesi Utara untuk mengusir kolonial Spanyol.
- 1646
Spanyol di usir dari Minahasa dan Sulawesi Utara. Tahun selanjutnya
Spanyol masih mencoba memengaruhi kerajaan sekitar untuk merebut kembali
Minahasa tapi gagal, terakhir dengan mendukung Bolaang Mongondow yang berakhir tahun 1692.
Kolonialisasi Portugis
1509 - 1520
- 1512 Perjalanan ekspedisi De Abreu dari Melaka menuju Madura, Bali, Lombok, Aru dan Banda.
- Dua kapal rusak di Banda. Da Breu kembali ke Melaka; Francisco Serrão memperbaiki kapal dan melanjutkan menuju ke Ambon, Ternate, dan Tidore.
Serrão menawarkan dukungan bagi Ternate dalam perselisihannya dengan
Tidore, pasukannya mendirikan sebuah pos Portugis di Ternate.
- 1513 Pasukan dari Jepara dan Palembang menyerang Portugis di Melaka, tetapi berhasil dipukul mundur. Maret, Portugis mengirim seorang duta menemui Raja Sunda di Pajajaran. Portugis diizinkan untuk membangun sebuah benteng di Sunda Kelapa (sekarang Jakarta).
1521 – 1530
- 1522
- Februari ekspedisi Portugis di bawah De Brito tiba di Banda.
- Mei, ekspedisi De Brito tiba di Ternate, membangung sebuah benteng Portugis.
- Kerajaan Sunda, yang masih beragama Hindu, meminta bantuan Portugis untuk menghadapi kemungkinan serangan Demak yang Muslim. Kontrak kerjasama ditandatangani dan sebuah padrao didirikan di Sunda Kalapa
- Sisa-sisa ekspedisi Magelhaens berkeliling dunia mengunjungi Timor.
- Portugis membangun benteng di Hitu, Ambon.
- 1523
- Gunungjati kembali dari Mekkah, kembali ke Cirebon, dan menetap di Demak, menikahi saudara perempuan Sultan Trenggono.
- 1524
- Gunungjati dari Cirebon dan anaknya Hasanuddin (di Banten) melakukan dakwah secara terbuka dan rahasia di Jawa Barat untuk memperlemah Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran
dan persekutuannya dengan Portugis. Pemerintah lokal di Banten, yang
tadinya tergantung pada Pajajaran, masuk Islam dan bergabung dengan
pihak Cirebon dan Demak.
- Aceh merebut Pasai dan Pedir di Sumatera Utara.
- 1525
- Hasanuddin (dari Banten), anak dari Gunungjati (dari Cirebon), melakukan dakwah di Lampung.
- 1526
- Portugis membangun benteng pertama di Timor.
- 1527
- Demak menaklukkan Kediri, sisa-sisa Hindu dari kerajaan Majapahit; Sultan-sultan Demak mengklaim sebagai pengganti Majapahit; Sunan Kudus ikut serta.
- Demak merebut Tuban.
- Cirebon, dibantu Demak, menduduki Sunda Kelapa, pelabuhan Kerajaan Sunda. Fatahillah
mengganti namanya menjadi Jayakarta. (Sukses ini dikatakan berkat
pimpinan "Fatahillah"—atau, sesuai dengan kekeliruan ucapan Portugis,
"Falatehan"—namun mungkin ini adalah nama yang diberikan kepada Sunan
Gunungjati dari Cirebon) Para penjaga keamanan pelabuhan Kerajaan Sunda
didorong mundur meninggalkan daerah pesisir. Dengan demikian pembangunan
gudang atau benteng sesuai perjanjian dagang antara Portugis dengan
Kerajaan Sunda batal terwujud.
- Kerajaan Palakaran di Madura, yang berbasis di Arosbaya (kini Bangkalan), menjadi Islam di bawah Kyai Pratanu.
- Ekspedisi dari Spanyol dan Meksiko berusaha mengusir Portugis dari Maluku.
- 1529
- Demak menaklukkan Madiun.
- Raja-raja Spanyol dan Portugal sepakat bahwa Maluku harus menjadi milik Portugal, dan Filipina menjadi milik Spanyol.
- 1530
- Salahuddin menjadi Sultan Aceh.
- Surabaya dan Pasuruan takluk kepada Demak. Demak merebut Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur Jawa.
- Gowa mulai meluas dari dari Makassar.
- Banten memperluas pengaruhnya atas Lampung.
1531 – 1540
- 1536
- Serangan besar Portugis terhadap Johor.
- Antonio da Galvão menjadi gubernur di pos Portugis di Ternate; mendirikan pos Portugis di Ambon.
- Portugis membawa Sultan Tabariji dari Ternate ke Goa karena mencurigainya melakukan kegiatan-kegiatan anti Portugis, menggantikannya dengan saudara-saudaranya.
- 1537
- 1539
- Aceh menyerang suku Batak di selatan mereka.
1541 – 1550
- 1550
- Portugis mulai membangun benteng-benteng di Flores.
1551 – 1560
- 1560
- Portugis mendirikan pos misi dan perdagangan di Panarukan, di ujung timur Jawa.
- Spanyol mendirikan pos di Manado.
1561 – 1570
- 1561
- Sultan Prawata dari Demak meninggal dunia.
- Misi Dominikan Portugis didirikan di Solor.
- 1565
- Aceh menyerang Johor.
- Kutai di Kalimantan menjadi Islam.
- 1566
- Misi Dominikan Portugis di Solor membangun sebuah benteng batu.
- 1568
- Serangan yang gagal oleh Aceh di Melaka Portugis.
- 1569
- Portugis membangun benteng kayu di pulau Ambon.
- 1570
- Aceh menyerang Johor lagi, namun gagal.
- Sultan Khairun dari Ternate menandatangani sebuah perjanjian damai
dengan Portugis, tetapi esok harinya ternyata ia diracuni. Agen-agen
Portugis dicurigai melakukannya. Baabullah menjadi Sultan (hingga * 1583), dan bersumpah untuk mengusir Portugis keluar dari benteng-benteng mereka.
- Maulana Yusuf menjadi Sultan Banten.
1571 – 1580
- 1571
- Alaudin Riyat Shah meninggal, kekacauan di Aceh hingga 1607.
- 1574
- Jepara memimpin serangan yang gagal di Melaka.
- 1575
- Sultan Babullah mengusir Portugis dari Ternate. Karena itu Portugis membangun sebuah benteng di Tidore.
- 1576
- Portugis membangun benteng di kota Ambon sekarang.
- 1579
- Banten menyerang dan meluluhlantakkan Pajajaran merebut sisa-sisa Kerajaan Sunda, dan menjadikannya Islam. Raja Sunda terakhir yang enggan memeluk Islam, yaitu Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana, meninggalkan ibukota Kerajaan Sunda tersebut dan meninggal dalam pelarian di daerah Banten.
- November, Sir Francis Drake dari Britania, setelah menyerang kapal dan pelabuhan Spanyol di Amerika, tiba di Ternate. Sultan Babullah, yang juga membenci orang-orang Spanyol, mengadakan perjanjian persahabatan dengan Britania.
- 1580
- Maulana Muhammad menjadi Sultan Banten.
- Portugal jatuh ke tangan kerajaan Spanyol; usaha-usaha kolonial Portugis tidak dipedulikan.
- Drake mengunjungi Sulawesi dan Jawa, dalam perjalanan pulang ke Britania.
- Ternate menguasai Butung.
- 1581
- Sekitar saat ini, Kyai Ageng Pemanahan mengambil alih distrik
Mataram (yang telah dijanjikan kepadanya oleh Joko Tingkir, yang
menundanya hingga Sunan Kalijaga dari Wali Songo mendesaknya), mengubah namanya menjadi Kyai Gedhe Mataram.
- 1584
- Sutawijaya menggantikan ayahnya Kyai Gedhe Mataram sebagai pemerintah lokal dari Mataram, memerintah dari Kota Gede.
- 1585
- Sultan Aceh mengirim surat kepada Elizabeth I dari Britania.
- Kapal Portugis yang dikirim untuk membangun sebuah benteng dan misi di Bali karam tepat di lepas pantai.
- 1587
- Sutawijaya mengalahkan Pajang dan Joko Tingkir meninggal; garis keturunan beralih kepada Sutawijaya. Gunung Merapi meletus.
- Portugis di Melaka menyerang Johor.
- Portugis menandatangani perjanjian perdamaian dengan Sultan Aceh.
- Sir Thomas Cavendish dari Britania mengunjungi Jawa.
- 1588
- Sutawijaya mengganti namanya menjadi Senopati; merebut Pajang dan Demak.
- 1590
- Desa asli Medan didirikan.
1591 – 1659
- 1591
- Senopati merebut Madiun, lalu Kediri.
- Sir James Lancaster dari Britania tiba di Aceh dan Penang, tetapi misinya gagal.
- Ternate menyerang Portugis di Ambon.
- 1593
- Ternate mengepung Portugis di Ambon kembali.
Kolonisasi VOC
Mulai tahun
1602 Belanda
secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah yang kini adalah
Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan
kecil yang telah menggantikan Majapahit. Satu-satunya yang tidak
terpengaruh adalah
Timor Portugis, yang tetap dikuasai
Portugal hingga
1975 ketika berintegrasi menjadi provinsi Indonesia bernama
Timor Timur.
Belanda menguasai Indonesia selama hampir 350 tahun (antara 1602 dan
1945), kecuali untuk suatu masa pendek di mana sebagian kecil dari
Indonesia dikuasai
Britania setelah
Perang Jawa Britania-Belanda dan masa penjajahan
Jepang pada masa
Perang Dunia II. Sewaktu menjajah Indonesia, Belanda mengembangkan
Hindia-Belanda
menjadi salah satu kekuasaan kolonial terkaya di dunia. 350 tahun
penjajahan Belanda bagi sebagian orang adalah mitos belaka karena
wilayah Aceh baru ditaklukkan kemudian setelah Belanda mendekati
kebangkrutannya.
Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung
oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama
Perusahaan Hindia Timur Belanda (
bahasa Belanda:
Verenigde Oostindische Compagnie
atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan
aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun
1602. Markasnya berada di
Batavia, yang kini bernama
Jakarta.
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan
monopolinya terhadap
perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil
rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk
Kepulauan Banda terus menjual
biji pala
kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi
hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut
dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan
pala.
VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan
bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin
Mataram dan
Banten.
Kolonisasi pemerintah Belanda
Era Napoleon (1800-1811)
Setelah
VOC (
Vereenigde Oostindische Compagnie) jatuh bangkrut dan dibubarkan pada akhir
abad ke-18, tepatnya adalah pada tahun 1 Januari
1800 dan setelah Belanda kalah
Perang Eropa
dan dikuasai Perancis, maka Hindia-Belanda jatuh ke tangan Perancis,
walaupun secara pemerintahan masih di bawah negara kesatuan
Republik Belanda (hingga 1806), kemudian dilanjutkan
Kerajaan Hollandia
(hingga 1810). Sejak saat itu dimulailah perang perebutan kekuasaan
antara Perancis (Belanda) dan Britania Raya, yang ditandai dengan
peralihan kekuasaan beberapa wilayah Hindia-Belanda dan perjanjian,
antara lain
Persetujuan Amiens hingga
Kapitulasi Tuntang.
Dalam masa ini Hindia-Belanda berturut-turut diperintah oleh Gubernur Jenderal
Overstraten,
Wiese,
Daendels, dan yang terakhir adalah
Janssens. Pada masa Daendels dibangunlah
Jalan Raya Pos (jalur
Pantura sekarang), kemudian meluaskan daerah jajahan hingga ke
Lampung,
namun kehilangan Ambon, Ternate dan Tidore yang direbut Britania. Tahun
1810 ketika Perancis menganeksasi Belanda, maka bendera Perancis
dikibarkan di Batavia, dan Daendels kembali ke Eropa untuk berperang di
bawah Napoleon. Janssens, penggantinya, tidak memerintah lama, karena
Britania di bawah
Lord Minto datang dan
merebut Jawa dari Belanda-Perancis.
Interregnum Britania (1811-1816)
Setelah Britania menguasai Jawa, pemerintahan beralih sementara dari
Belanda ke Britania, hingga akhir perang Napoleon pada 1816 ketika
Britania harus mengembalikan Hindia-Belanda kepada Kerajaan Belanda.
Lord Minto menjadi Gubernur Jenderal pertama yang bermarkas di India,
sedangkan Raffles diangkat menjadi Letnan Gubernur yang memimpin Jawa.
Raffles kemudian membenahi pemerintahan di Jawa sesuai sistem
pemerintahan Britania.
Salah satu penemuan penting pada pemerintahan Raffles adalah penemuan kembali
Candi Borobudur, salah satu candi Buddha terbesar di dunia, dan
Gunung Tambora di
Sumbawa meletus, dengan korban langsung dan tidak langsung mencapai puluhan ribu jiwa
Pemerintahan Kerajaan Belanda (sejak 1816)
Setelah
Kongres Wina mengakhiri Perang Napoleon dan mengembalikan Jawa ke Belanda, sejak 16 Agustus 1816 pemerintah
Kerajaan Belanda berkuasa dan berdaulat penuh atas wilayah
Hindia-Belanda yang tertulis dalam Undang-Undang Kerajaan Belanda tahun
1814 dan diamandemen tahun
1848,
1872, dan
1922 menurut perkembangan wilayah
Hindia-Belanda, hingga 1942 ketika Jepang datang menyerbu dalam
Perang Dunia II.
Dalam masa ini, terjadi pemberontakan besar di Jawa dan Sumatera, yang terkenal dengan
Perang Diponegoro atau
Perang Jawa, pada tahun
1825-
1830, dan
Perang Padri (1821-1837), dan perang-perang lainnya. Setelah tahun
1830 sistem
tanam paksa yang dikenal sebagai
cultuurstelsel dalam
bahasa Belanda
mulai diterapkan. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam
hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat
itu, seperti
teh,
kopi
dll. Hasil tanaman itu kemudian diekspor ke mancanegara. Sistem ini
membawa kekayaan yang besar kepada para pelaksananya - baik yang Belanda
maupun yang Indonesia. Sistem tanam paksa ini adalah monopoli
pemerintah dan dihapuskan pada masa yang lebih bebas setelah
1870.
Pada
1901 pihak Belanda mengadopsi apa yang mereka sebut
Politik Etis (bahasa Belanda:
Ethische Politiek), yang termasuk investasi yang lebih besar dalam pendidikan bagi orang-orang
pribumi, dan sedikit perubahan politik. Di bawah gubernur-jendral
J.B. van Heutsz
pemerintah Hindia-Belanda memperpanjang kekuasaan kolonial secara
langsung di sepanjang Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi
bagi negara Indonesia saat ini.
Gerakan nasionalisme
Pada
1905 gerakan nasionalis yang pertama,
Serikat Dagang Islam dibentuk dan kemudian diikuti pada tahun
1908 oleh gerakan nasionalis berikutnya,
Budi Utomo.
Belanda merespon hal tersebut setelah Perang Dunia I dengan
langkah-langkah penindasan. Para pemimpin nasionalis berasal dari
kelompok kecil yang terdiri dari profesional muda dan pelajar, yang
beberapa di antaranya telah dididik di Belanda. Banyak dari mereka yang
dipenjara karena kegiatan politis, termasuk Presiden Indonesia yang
pertama,
Soekarno.
Perang Dunia II
Pada Mei
1940, awal
Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh
Nazi Jerman. Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke
Amerika Serikat dan
Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni
1941,
dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun
itu. Di bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang
untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda
yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.
Pendudukan Jepang
Pada Juli 1942,
Soekarno
menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik dan membentuk
pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan
militer Jepang.
Soekarno,
Mohammad Hatta,
dan para Kyai memperoleh penghormatan dari Kaisar Jepang pada tahun
1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat
bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang
tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam
peperangan, mereka mengalami
siksaan, terlibat
perbudakan seks, penahanan sembarang dan hukuman mati, dan
kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Pada Maret 1945 Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada pertemuan pertamanya di bulan Mei,
Soepomo membicarakan integrasi nasional dan melawan individualisme perorangan; sementara itu
Muhammad Yamin mengusulkan bahwa negara baru tersebut juga sekaligus mengklaim
Sarawak,
Sabah,
Malaya, Portugis Timur, dan seluruh wilayah Hindia-Belanda sebelum perang.
Pada
9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan
Radjiman Widjodiningrat diterbangkan ke
Vietnam untuk bertemu
Marsekal Terauchi.
Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi
Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus.
Era kemerdekaan
Proklamasi kemerdekaan
Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk membuat keputusan seperti itu pada
16 Agustus,
Soekarno membacakan "Proklamasi" pada hari berikutnya. Kabar mengenai
proklamasi menyebar melalui radio dan selebaran sementara pasukan
militer Indonesia pada masa perang, Pasukan
Pembela Tanah Air (PETA), para pemuda, dan lainnya langsung berangkat mempertahankan kediaman Soekarno.
Pada
18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik Soekarno sebagai Presiden dan
Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan menggunakan konstitusi yang dirancang beberapa hari sebelumnya. Kemudian dibentuk
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan baru pada
31 Agustus dan menghendaki Republik Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi:
Sumatra,
Kalimantan (tidak termasuk wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei),
Jawa Barat,
Jawa Tengah,
Jawa Timur,
Sulawesi,
Maluku (termasuk
Papua) dan
Nusa Tenggara.
Perang kemerdekaan
Dari
1945 hingga
1949,
persatuan kelautan Australia yang bersimpati dengan usaha kemerdekaan,
melarang segala pelayaran Belanda sepanjang konflik ini agar Belanda
tidak mempunyai dukungan logistik maupun suplai yang diperlukan untuk
membentuk kembali kekuasaan kolonial.
Usaha Belanda untuk kembali berkuasa dihadapi perlawanan yang kuat.
Setelah kembali ke Jawa, pasukan Belanda segera merebut kembali ibukota
kolonial Batavia, akibatnya para nasionalis menjadikan
Yogyakarta sebagai ibukota mereka. Pada
27 Desember 1949 (lihat artikel tentang
27 Desember 1949), setelah 4 tahun peperangan dan negosiasi, Ratu
Juliana dari Belanda memindahkan kedaulatan kepada pemerintah
Federal Indonesia. Pada 1950, Indonesia menjadi anggota ke-60
PBB.
Demokrasi parlementer
Tidak lama setelah itu, Indonesia mengadopsi
undang-undang baru yang terdiri dari sistem parlemen di mana dewan eksekutifnya dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada parlemen atau
MPR. MPR terbagi kepada partai-partai politik sebelum dan sesudah pemilu pertama pada tahun
1955, sehingga koalisi pemerintah yang stabil susah dicapai.
Peran Islam di Indonesia menjadi hal yang rumit. Soekarno lebih memilih negara
sekuler yang berdasarkan
Pancasila
sementara beberapa kelompok Muslim lebih menginginkan negara Islam atau
undang-undang yang berisi sebuah bagian yang menyaratkan umat Islam
takluk kepada
hukum Islam.Demokrasi
Parlementer, adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan
legislatif lebih tinggi dari pada badan eksekutif. Kepala pemerintahan
dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan
menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen.
Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara.
Demokrasi Terpimpin
Pemberontakan yang gagal di
Sumatera,
Sulawesi,
Jawa Barat dan pulau-pulau lainnya yang dimulai sejak 1958, ditambah
kegagalan MPR untuk mengembangkan konstitusi baru, melemahkan sistem
parlemen Indonesia. Akibatnya pada
1959 ketika Presiden
Soekarno
secara unilateral membangkitkan kembali konstitusi 1945 yang bersifat
sementara, yang memberikan kekuatan presidensil yang besar, dia tidak
menemui banyak hambatan.
Dari 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno berkuasa dalam rezim yang otoriter di bawah label "
Demokrasi Terpimpin".
Dia juga menggeser kebijakan luar negeri Indonesia menuju non-blok,
kebijakan yang didukung para pemimpin penting negara-negara bekas
jajahan yang menolak aliansi resmi dengan Blok Barat maupun Blok
Uni Soviet. Para pemimpin tersebut berkumpul di
Bandung,
Jawa Barat pada tahun
1955 dalam
KTT Asia-Afrika untuk mendirikan fondasi yang kelak menjadi
Gerakan Non-Blok.
Pada akhir
1950-an dan awal
1960-an, Soekarno bergerak lebih dekat kepada negara-negara komunis Asia dan kepada
Partai Komunis Indonesia (PKI) di dalam negeri. Meski PKI merupakan partai komunis terbesar di dunia di luar
Uni Soviet dan
China, dukungan massanya tak pernah menunjukkan penurutan ideologis kepada partai komunis seperti di negara-negara lainnya.
Nasib Irian Barat
Pada saat kemerdekaan, pemerintah Belanda mempertahankan kekuasaan terhadap
belahan barat pulau
Nugini (Papua), dan mengizinkan langkah-langkah menuju pemerintahan-sendiri dan pendeklarasian kemerdekaan pada
1 Desember 1961.
Negosiasi dengan Belanda mengenai penggabungan wilayah tersebut
dengan Indonesia gagal, dan pasukan penerjun payung Indonesia mendarat
di Irian pada
18 Desember
sebelum kemudian terjadi pertempuran antara pasukan Indonesia dan
Belanda pada 1961 dan 1962. Pada 1962 Amerika Serikat menekan Belanda
agar setuju melakukan perbincangan rahasia dengan Indonesia yang
menghasilkan
Perjanjian New York pada Agustus 1962, dan Indonesia mengambil alih kekuasaan terhadap
Irian Jaya pada
1 Mei 1963.
Konfrontasi Indonesia-Malaysia
Soekarno menentang pembentukan Federasi
Malaysia dan menyebut bahwa hal tersebut adalah sebuah "rencana neo-kolonial" untuk mempermudah rencana komersial
Inggris di wilayah tersebut. Selain itu dengan pembentukan
Federasi Malaysia, hal ini dianggap akan memperluas pengaruh
imperialisme
negara-negara Barat di kawasan Asia dan memberikan celah kepada negara
Inggris dan Australia untuk memengaruhi perpolitikan regional Asia.
Menanggapi keputusan
PBB untuk mengakui kedaulatan Malaysia dan menjadikan Malaysia anggota tidak tetap
Dewan Keamanan PBB, presiden Soekarno mengumumkan pengunduran diri negara Indonesia dari keanggotaan PBB pada tanggal
20 Januari 1965 dan mendirikan Konferensi Kekuatan Baru (
CONEFO) sebagai tandingan
PBB dan
GANEFO sebagai tandingan
Olimpiade.
Pada tahun itu juga konfrontasi ini kemudian mengakibatkan pertempuran
antara pasukan Indonesia dan Malaysia (yang dibantu oleh Inggris).
Gerakan 30 September
Hingga
1965,
PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno
untuk memperkuat dukungan untuk rezimnya dan, dengan persetujuan dari
Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk "
Angkatan Kelima" dengan mempersenjatai pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini.
Pada
30 September 1965, enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya
kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana yang loyal kepada PKI. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen
Soeharto,
menumpas kudeta tersebut dan berbalik melawan PKI. Soeharto lalu
menggunakan situasi ini untuk mengambil alih kekuasaan. Lebih dari
puluhan ribu orang-orang yang dituduh komunis kemudian dibunuh. Jumlah
korban jiwa pada
1966 mencapai setidaknya 500.000; yang paling parah terjadi di
Jawa dan
Bali.
Era Orde Baru
Setelah Soeharto menjadi Presiden, salah satu pertama yang
dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi.
Indonesia pada tanggal
19 September 1966
mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama
dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan
menjadi anggota PBB kembali pada tanggal
28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada
1968,
MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai
presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada
tahun
1973,
1978,
1983,
1988,
1993, dan
1998.
Presiden Soeharto memulai "
Orde Baru"
dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan
luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada
akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan
ekonomi (
Pelita)
sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur
administratif yang didominasi militer namun dengan nasihat dari ahli
ekonomi didikan Barat. Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan
ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran
menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di
Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang
kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun
1970-an dan
1980-an.
Irian Jaya
Setelah menolak supervisi dari
PBB, pemerintah Indonesia melaksanakan "
Act of Free Choice"
(Aksi Pilihan Bebas) di Irian Jaya pada 1969 di mana 1.025 wakil
kepala-kepala daerah Irian dipilih dan kemudian diberikan latihan dalam
bahasa Indonesia. Mereka secara konsensus akhirnya memilih bergabung
dengan Indonesia. Sebuah resolusi Sidang Umum PBB kemudian memastikan
perpindahan kekuasaan kepada Indonesia. Penolakan terhadap pemerintahan
Indonesia menimbulkan aktivitas-aktivitas gerilya berskala kecil pada
tahun-tahun berikutnya setelah perpindahan kekuasaan tersebut. Dalam
atmosfer yang lebih terbuka setelah 1998, pernyataan-pernyataan yang
lebih eksplisit yang menginginkan kemerdekaan dari Indonesia telah
muncul.
Timor Timur
Dari
1596 hingga
1975, Timor Timur adalah sebuah jajahan Portugis di pulau Timor yang dikenal sebagai
Timor Portugis dan dipisahkan dari pesisir utara Australia oleh
Laut Timor. Akibat
kejadian politis di Portugal, pejabat Portugal secara mendadak mundur dari Timor Timur pada 1975. Dalam pemilu lokal pada tahun 1975,
Fretilin, sebuah partai yang dipimpin sebagian oleh orang-orang yang membawa paham
Marxisme, dan
UDT, menjadi partai-partai terbesar, setelah sebelumnya membentuk aliansi untuk mengkampanyekan kemerdekaan dari Portugal.
Pada
7 Desember 1975, pasukan Indonesia masuk ke Timor Timur dalam sebuah
operasi militer yang disebut
Operasi Seroja. Indonesia, yang mempunyai dukungan material dan diplomatik, dibantu peralatan persenjataan yang disediakan
Amerika Serikat dan
Australia,
berharap dengan memiliki Timor Timur mereka akan memperoleh tambahan
cadangan minyak dan gas alam, serta lokasi yang strategis.
Pada masa-masa awal, pihak militer Indonesia (
ABRI) membunuh hampir 200.000 warga Timor Timur — melalui pembunuhan, pemaksaan kelaparan dan lain-lain. Banyak pelanggaran
HAM yang terjadi saat Timor Timur berada dalam wilayah Indonesia.
Pada
30 Agustus 1999, rakyat Timor Timur memilih untuk memisahkan diri dari Indonesia dalam sebuah pemungutan suara yang diadakan
PBB.
Sekitar 99% penduduk yang berhak memilih turut serta; 3/4-nya memilih
untuk merdeka. Segera setelah hasilnya diumumkan, dikabarkan bahwa pihak
militer Indonesia melanjutkan pengrusakan di Timor Timur, seperti
merusak
infrastruktur di daerah tersebut.
Pada Oktober 1999,
MPR
membatalkan dekrit 1976 yang mengintegrasikan Timor Timur ke wilayah
Indonesia, dan Otorita Transisi PBB (UNTAET) mengambil alih tanggung
jawab untuk memerintah Timor Timur sehingga kemerdekaan penuh dicapai
pada Mei
2002 sebagai negara
Timor Leste.
Krisis ekonomi
Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya didampingi B.J. Habibie.
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat:
Krisis finansial Asia), disertai
kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh.
Rupiah jatuh,
inflasi
meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran,
yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto.
Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, serta ribuan mahasiswa
yang
menduduki gedung DPR/MPR, Soeharto mengundurkan diri pada
21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden,
B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Era reformasi
Pemerintahan Habibie
Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari
Dana Moneter Internasional
dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia
juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada
kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.
Pemerintahan Wahid
Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD diadakan pada
7 Juni 1999.
PDI Perjuangan pimpinan putri Soekarno,
Megawati Sukarnoputri keluar menjadi pemenang pada pemilu parlemen dengan mendapatkan 34% dari seluruh suara;
Golkar (partai Soeharto - sebelumnya selalu menjadi pemenang pemilu-pemilu sebelumnya) memperoleh 22%;
Partai Persatuan Pembangunan pimpinan
Hamzah Haz 12%;
Partai Kebangkitan Bangsa pimpinan
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 10%. Pada Oktober
1999,
MPR melantik Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati sebagai
wakil presiden untuk masa bakti 5 tahun. Wahid membentuk kabinet
pertamanya,
Kabinet Persatuan Nasional pada awal November 1999 dan melakukan
reshuffle kabinetnya pada Agustus
2000.
Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan proses demokratisasi dan
perkembangan ekonomi di bawah situasi yang menantang. Di samping
ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut, pemerintahannya juga
menghadapi konflik antar etnis dan antar agama, terutama di
Aceh,
Maluku, dan
Papua. Di
Timor Barat,
masalah yang ditimbulkan rakyat Timor Timur yang tidak mempunyai tempat
tinggal dan kekacauan yang dilakukan para militan Timor Timur
pro-Indonesia mengakibatkan masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang
besar. MPR yang semakin memberikan tekanan menantang kebijakan-kebijakan
Presiden Wahid, menyebabkan perdebatan politik yang meluap-luap.
Pemerintahan Megawati
Pada Sidang Umum MPR pertama pada Agustus 2000, Presiden Wahid memberikan laporan pertanggung jawabannya. Pada
29 Januari 2001,
ribuan demonstran menyerbu MPR dan meminta Presiden agar mengundurkan
diri dengan alasan keterlibatannya dalam skandal korupsi. Di bawah
tekanan dari MPR untuk memperbaiki manajemen dan koordinasi di dalam
pemerintahannya, dia mengedarkan keputusan presiden yang memberikan
kekuasaan negara sehari-hari kepada wakil presiden Megawati. Megawati
mengambil alih jabatan presiden tak lama kemudian. Kabinet pada masa
pemerintahan Megawati disebut dengan
Kabinet Gotong Royong.
Tahun 2002, Masa pemerintahan ini mendapat pukulan besar ketika
Pulau Sipadan dan Ligitan lepas dari NKRI berdasarkan keputusan
Mahkamah Internasional.
Pemerintahan Yudhoyono
Pada
2004,
pemilu satu hari terbesar di dunia diselenggarakan, dengan
Susilo Bambang Yudhoyono terpilih sebagai
presiden pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat, kemudian membentuk
Kabinet Indonesia Bersatu. Pemerintah ini pada awal masa kerjanya telah menerima berbagai cobaan dan tantangan besar, seperti
gempa bumi besar di Aceh dan Nias pada Desember 2004 yang meluluh lantakkan sebagian dari
Aceh serta
gempa bumi lain pada awal 2005 yang mengguncang Sumatera.
Pada
17 Juli 2005, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah Indonesia dengan
Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah
Aceh.
Catatan kaki
- ^ Masih diperdebatkan, apakah termasuk H. erectus atau H. sapiens
- ^ Swisher et al. 1996 (cit. Capelli et al. 2001. Am. J. Hum. Genet. 68:432-443) menyebutkan hingga 25.000 tahun yang lalu.
- ^ Roberts 1990.
- ^ Musyrifah
Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, 2005, Rajawali Press, hal.
8-9; Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah, 1998, cet. IV, Mizan,
hal. 92-93; A. Hasymi, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di
Indonesia: Kumpulan prasaran pada seminar di Aceh, 1993, cet. 3,
al-Ma'arif, hal. 7; Hadi Arifin, Malikussaleh: Mutiara dari Pasai, 2005,
PT. Madani Press, hal. Xvi; Ensiklopedia Tematis Dunia Islam Asia
Tenggara, Kedatangan dan Penyebaran Islam oleh Dr. Uka Tjandrasasmita,
2002, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, hal 9-27. Dalam beberapa
literatur lain disebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke 9. Ada
juga yang menyebutkan abad ke 13. Namun, sebenarnya Islam masuk ke
Indonesia abad 7M, lalu berkembang menjadi institusi politik sejak abad
9M, dan pada abad 13M kekuatan politik Islam menjadi amat kuat.
- ^ Musyrifah Sunanto, op cit. hal 6.
Lihat pula
Sumber dan bacaan lebih lanjut
- (Inggris) Ideals without Heat: Indonesia Raya and the Struggle for Independence in Malaya, 1920-1948
- (Inggris) Ricklefs, M.C. 2001. A history of modern Indonesia since c.1200. Stanford: Stanford University Press. ISBN 0-8047-4480-7
- (Inggris) Taylor, Jean Gelman. 2003. Indonesia: Peoples and histories. New Haven: Yale University Press. ISBN 0-300-09709-3
- (Inggris) Schwarz, Adam. 1994. A Nation in Waiting: Indonesia's Search for Stability. 2nd Edition. St Leonards, NSW : Allen & Unwin.
- (Inggris) Sebagian isi artikel ini berasal dari Library of Congress.
- (Indonesia) Sunanto Musyrifah. Sejarah Peradaban Islam indonesia, 2005, Rajawali Press, hal. 8-9.
- (Indonesia) Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah, 1998, cet. IV, Mizan, hal 92-93
- (Indonesia) Hadi Arifin, Malikussaleh: Mutiara dari Pasai, 2005, PT. Madani Press, hal. Xvi
Pranala luar
[sembunyikan]
Sejarah Indonesia
|
|
Periode |
|
|
|
Kolonialisme |
|
|
Nasionalisme |
|
|
1945–1965 |
|
|
1965–1966 |
|
|
1966–1998 |
|
|
1998–sekarang |
|
|
|
|